Kau Datang Disaat Ku Pulang, hal 2

08.38.00 Posted In Puisi dan Cerpenku Edit This 0 Comments »


   Karena kampus lain sudah lebih dulu habis ujian, yang tinggal di kos cuma kami berdua. dan hari  ini pun kami akan meninggalkan kos dalam keadaan kosong. di kos kami semua ada empat orang. dua orang sudah duluan pulang kampung beberapa minggu lalu. karna mereka lebih awal ujian. Syandi dan Neva, Neva adalah kawan satu kamarku, sedang Syandi satu kamar dengan Syarif. tapi Syandi lah yang satu kampung denganku, sedang Neva satu kampung dengan Syarif. Syandi dan Neva, keduanya mengambil jurusan yang sama, satu semesteran, dan satu kelas. mereka juga begitu akrab, seperti saudara kandung saja. dan kami semua juga begitu, akur dan damai dalam kontrakan itu.
 "Gimana rif, udah siap?" tanyaku membuka suara.
 "Alhamdulilah udah Ju, tinggal tunggu sepatunya kering, mandi langsung go !" jawabnya dengan semangat, aku berniat  mengambil minum ke dapur.
 "Lho, mandi langsung pergi?"
 "Ya iya donk, udah gak tahan nich"
 "Kalau gak pake baju jangan pergi dulu Rif, aku takut nanti orang berlarian" Selorohku.
 "Aah.., kamu ada-ada saja pulang gak pake baju, aku udah gak tahan, kangen.."
 "Kangen sama siapa ? "
 " Yach.., sama pacar aku lah, katanya dia udah gak tahan juga mau jumpai aku"
 "O, bagus tu, berarti cinta kalian sama-sama kuat " tambahku sok berpengalaman.
 "Mudah-mudahan" balasnya.
  Syarif, dia terus terang menyatakan rindunya pada kekasih nya, lebih merindukan kekasih nya itu daripada orang tuanya. menurutku dia salah, tapi itu terserah dia, karna itu urusan pribadinya. dan cara berfikirnya juga sudah matang, dialah yang lebih tau untuk dirinya. begitu gumamku dalam hati.
 "Bagaimana denganmu Ju, kamu sudah siap ?" timpalnya.
 "Kalau aku tinggal mandi saja, ganti pakaian trus berangkat. semua pakaian yang mau dibawa sudah ku siapkan semalam, takut memburu waktu kalau di kerjakan hari ini." jawabku berdiri sambil mengingat buku apa dan pakaian mana saja yang belum masuk koper.
 "Kasihan kamu Ju, si Syandi sudah duluan pulang, jadinya kamu pulang sendirian."
 "Gak kok Rif, tadi ada kawan yang minta pulang bareng aku."
 "Si Firman ? bukannya dia sudah pulang dua hari yang lalu ?"
 "Bukan, bukan Firman. namanya Nindy, dia satu fakultas sama aku. katanya dia tunggu aku di loket, tapi itu belum pasti karna aku belum kenal dia"
 "Lho, kawan sekampung kok gak kenal? kamu ini gimana Ju?"
 "Dia gak seperti Firman atau Syandi rif, satu kampung satu kepala desa dengan aku. mungkin jurusan atau jalan kami saja yang searah."
 Trus ku sambung lagi dengan perasaanku yang sedikit was-was.
 "Aku gak tau darimana ia mengenalku. tadi dia yang manggil aku trus minta pulang bareng. aku juga begitu polos dan bodoh, karna melihat wajahnya yang manis saja, secepatnya ku iyakan."
 "Oh, jadi yang minta pulang sama kamu itu cewek Ju ?" 
 "Iya, Kenapa?" aku heran, tiba-tiba muka kawanku itu berbinar-binar mendengar pengakuanku.
 "Wah wah wah, orang senang dapat tawaran pulang bareng sama cewek, apa lagi manis. kamu Ju ? kamu malah was-was. sudah lah, jangan difikiri, rata-rata cewek baik dan aku yakin dia juga begitu"
 
 Kulihat arlojiku menunjukkan jam enam kurang seperempat sore, ku ambil handuk dan bergegas ke kamar mandi. andai saja kami berempat ada disini, dan semuanya mau pulang kampung, tentu kamar mandi kami akan jadi rebutan. tapi syukur, cuma berdua. kalau tidak pasti sehabis mandi masih ada sabun yang belepotan di kepala. aku terkejut dalam andai-andai iku, pintu di gedor.
 "Ju cepat sedikit, lima menit lagi sudah jam enam"
 "Ya sabar, aku sudah siap"
   Satu menit kemudian aku sudah keluar dengan jeans hitam dan kaos hijau muda.
 "Ganteng juga kawanku ini ternyata. kenapa gak dari dulu kamu gini Ju, kan udah banyak cewek yang naksir sama kamu."
 "Kalau naksir saja sih boleh"
 "Ya, sekalian pacar kan bagus." ucapnya trus masuk kamar mandi.
 "Ya ya ya." balasku menenangkan hatinya.
 "Tiap hari ke kampus taunya cuma pake keper" lagi suaranya dengan nada kesal kurang jelas karna disumpal sikat gigi.
 "Ya, besok sesekali ganti"
 "Gitu donk"
   Aku sudah rapi, tinggal berangkat. Syarif sibuk menata rambut, nampaknya ia bingung ingin membuat sisiran kemana. aku tertawa kecil melihat tingkah nya itu.
 "Sudah sisirannya, kemana pun kau buat kau tetap ganteng kok rif " ucapku membesarkan hatinya.
 "Ya ya kita berangkat"
 "Yakin gak ada yang tinggal?" tanyaku memastikan.
 "Insya Allah, yuk"
   Setelah menitipkan kunci ke pak Mail, pemilik rumah kontrakan kami, kami salam dia, pamit, kami pun beranjak menuju jalan. dan sampai di depan gang kami harus berpisah, aku lihat dia jalan begitu terburu-buru. pasti perasaannya sama seperti perasaanku yang menjulang tinggi, rindu yang tumbuh selama setahun, ibarat pohon mungkin sudah berdaun, bahkan berbunga.
 "Ok kawan sampai jumpa di semester depan" ia melambaikan tangannya, trus hilang ditelan angkot setelah sebelumnya ia memeluk aku sahabatnya. ku balas lambaiannya hingga aku hanya bisa melihat angkot yang ditumpanginya semakin kecil di ujung sana, menuju stasiun bus ke kampungnya Sibolga.
   Aku sudah di dalam angkot menuju loket bus ke kampungku. Angkot yang kutumpangi padat penumpang, rasanya aku membutuhkan udara segar untuk bisa bertahan di dalam. Bau asap rokok, farfum, tak terkecuali bau keringat penumpang yang bercampur bagaikan gado-gado kebanyakan kuah. Sesekali aku bagaikan siput yang diganggu anak-anak nakal, kepalaku keluar masuk jendela kaca angkot untuk menghirup oksigen baru yang lebih bersih dan segar. Setelah lima puluh menit di dalam angkot, dengan sedikit lelah akhirnya aku harus keluar dari angkot yang sangat pengap ini. Aku menyerukan pinggir ke pak sopir, angkot pun berhenti sesuai keinginanku. Ku bayar jasa bapak yang berkumis tipis itu menurunkan koper hitamku. Ha….akhirnya aku bebas dari derita sesak nafas, derita sesaknya nafas-nafas penumpang dalam angkot tadi.
   Aku bermaksud memboyong barang-barangku ke ruang tunggu penumpang, belum sempat tanganku memegang ransel, tangan putih bersih meraihnya lebih dulu. Aku terkejut, jantungku berdegup kencang layaknya gendang marhabanan. Dia tidak mengatakan apa-apa, langsung saja dia tenteng ranselku itu ke ruang tunggu, aku pun membuntuti nya dengan jantung yang masih deg-degan. Dia duduk dan meletakkan bawaannya di sebelah tas besar cokelat yang gemuk, menurutku tas itu sama seperti koperku, isinya pakaian dan buku.
   Aku masih berdiri memegang gagang koperku, dia menatap aku dengan kebingungan, dan dalam hati ku berkata kalau gadis itu adalah Nindy. Aku siap-siap membuka suara, namun dia lebih cepat dari ancang-ancang bibirku. Kata-katanya lincah.
 “Duduk kak Ju.” Ia mempersilahkan
 “Ya” jawabku seraya duduk di bangku kosong tepat di sampingnya. Tak ada bangku lain, semua bangku sudah terisi orang-orang yang hendak pulang atau sekedar mengantar sanak saudaranya disitu.
 “kakak lelah ya? “ Tanya dia, aku pun menjawab sekenanya.
 “Ya, lumayan.”  Aku menatapnya sekilas, tapi aku terperanjat saat menatapnya, dalam waktu yang bersamaan dia juga menatapku. Ternyata dia tau kalau aku curi pandang, aku malu.
 “Kenapa kak ? “ Tanya dia dengan senyuman.
 “Ah, gak ada Ndy, Cuma aku merasa kurang nyaman duduk disamping orang yang belum aku kenal, apa lagi yang disampingku itu seorang gadis” jawabku polos.
 “Oh gitu kak, kalau gitu…” kata-katanya putus sampai disitu, tiba-tiba ia mengulurkan tangannya.
 “Sudahlah”  aku mencukupi, tapi sebenarnya hatiku mau menjabat ulurannya. Lagi ia menatapku dengan senyuman dan masih mengulurkan tangannya di depanku. Akhirnya aku mengabulkan keinginannya.
 “Nindy Khairiri.”
 “Anju Syaid” jawabku membalas. Kemudian aku menyambung perkenalanku.
 “Aku mengambil jurusan Akuntansi.”
 “Nindy tau kak”
 “Besok aku sudah duduk di semester lima”
 "iya nindy tau kak"

(bersambung ke hal 3)

0 komentar: