Noto hal 5
21.31.00 Edit This
Dua hari ini
kabarku kurang baik. Setelah jum’at malam kemarin flu dan batuk menyerang
badanku yang mungil ini nafsu makan ku pun berkurang, cakap ku tak menentu.
Bahkan tanpa sadar kalau semuanya doa, aku keceplosan bilang sekalian saja
demam. Memang, cakap itu belum terkabul, tapi rasanya rasa sakit di
kerongkongon belum juga pergi. Dan
betapa sebalnya aku punya hidung yang berair. Anehnya flu itu hanya menyerang
lobang hidung sebelah kanan ku, di tambah mata yang terus-terusan menangis, itu
pun Cuma sebelah kanan juga. Berhubung di rumah tidak ada siapa-siapa, malam
minggu nya aku ke warnet. Biasa, update status facebook. Pulang nya di luar
sudah hujan. Setelah cukup lama menunggu, hujan tak juga reda, akhirnya aku lewati saja siraman dari
langit itu tanpa pertimbangan. Rumah kontrakan kami tak jauh dari tempat aku
menyewa jasa internet tadi. Kira-kira seratus dua puluh meter. Sampai di rumah
aku pun sudah kedinginan, batuk terus mencekik paroh ku yang pendek. Sesekali
aku harus ke kamar mandi membuang ingus yang mengumpul di hidungku. Aku
kecapean, abang dan kakak belum juga pulang, aku berniat tidur duluan.
Tak terasa malam
sudah berganti hari. Aku bangun seperti biasa nya tiga hari sebelumnya.
Menunaikan sholat subuh, baca qur’an, menyapu, mengepel, trus mandi dan
sarapan. Pagi ini kusempatkan mencuci sepatu hitam yang sudah berkali-kali aku
tambal. Usianya juga sudah cukup lama menemani kakiku, bila dibandingkan antara
usia, kualitas, dan cara pemakaiannya sepatuku itu terbilang kuat. Itu hasil keringat
ku waktu jadi tenaga kerja sementara di Dishub Kab.Deli Serdang. Jadi aku
sedikit mengistimewakan dia, kasih sayang lebih dari barang-barang aku yang
lainnya. Aku sms i Ruslan, kawan ku yang tinggal di Pelita II sana. Karna badan
yang kurang fit sms ku itu pun tak tentu, pertanyaan bertubi-tubi aku ketik,
alhasil pulsa dalam kartu ku itu habis. Beberapa sms nya datang tanpa ada
jawaban yang bisa ku kirim. Setelah itu dia nelpon, gara-gara tak ada pulsa tak
bisa la aku balas. Trus apa katanya? Eh, dia
ngajak ke kolam, renang. Aku terima saja tawaran itu, berhubung di rumah
pun aku tak ada aktivitas.yah, Ok
dong. Ku ganti baju, ambil jacket,
handuk, celana pendek, jadi satu dalam tas. Pamit keluar ke abang sama kakak,
langsung engkol kereta, dan go. Tiba disana malah aku dapati rumah sikawan tu
di pagari keheningan. Dia juga belum sampe dari mengantar Kiky dari Setia Budi
sana. Sabar saja lah aku menunggu beberapa menit. Sesampainya dia, masuk
sebentar, ambil helm dan perlengkapan, dengan samaran ala dia. Kami meninggal
kan rumah yang di amanahkan keamanannya itu. Betapa riang nya hatiku disambut
riakan air kolam yang di ombang-ambing pengunjung yang tak beraturan
tingkahnya. Kami mengganti pakaian, meninggalkan tas di atas bangku besi yang
disediakan.
Berenang adalah
satu hoby yang sulit untuk aku tinggalkan. Selain olah raga, motiv kedua aku
punya hoby ini adalah pemandangannya. Semua laki-laki juga punya alasan yang
satu ini. Pemandangan akan cewek-cewek yang aduhai bening-bening nya. Di tambah
body nya yang montok-montok plus baju renang yang mini dan ketat. Tadi aku
banyak tertawa disana, sampai-sampai aku mau muntah karna kelamaan ketawa. Si
kawan tu pandai bikin humor, aku yang mudah tertawa. Pokoknya aku puas. Puas
berenang, puas dengan kebahagiaan memiliki seorang kawan. Tapi sepulang dari
sana, suhu badanku makin tak menentu. Rasanya badanku makin panas, kepalaku
berat, hidungku tetap tersumbat, batuk tak henti-henti meramaikan ruang rumah.
Si kawan pergi tinggalin aku, katanya dia ke sun plaza. Akhirnya aku pilih
tidur saja, gak ada makan siang. Malam ini baru makan setelah Kiky balik dari
Setia Budi. dia belikan dua bungkus nasi, untuk dia dan aku. Ruslan katanya
sudah makan, di rumah pacarnya. Ya aku santap saja.
(02 Oktober 2011, Jam 20:13)
Aku bermalam di
rumah si kawan. Tidur dan makan disini. Suaraku serak digaruk batuk,
bersin-bersin yang dari kemarin hari ini
belum juga reda. Dalam keadaan tidur,
aku dengar si kawan membangunkanku tuk sarapan, karena kedinginan aku tak
peduli, dan aku lanjutkan tidur lagi. Setelah aku bangun aku sudah melihat dia
duduk di kursi makan. Aku mencuci muka, trus duduk termenung di ruang tamu. Aku
mengkhayalkan bagaimana manisnya asmara jika aku memiliki si dia (gadis nun
jauh disana) yang lewat foto nya ku lihat cukup manis. Dia teman dari temanku.
Kata temanku ini, temannya itu sedang mencari tempat bercurah hati, berbagi
kasih yang dengan teman-temannya ia jadi iri. Perasaanku yang aneh ini bermula
dari foto temannya, yang aku lihat juga tak kalah manis. Aku koment karna aku
sedikit tertarik, eh ternyata teman aku tau law aku gitu. Alhasil aku telpon
dia, dan cerita-cerita gimana orang nya. Aku naksir ini malah ditawari yang
itu, alhamdulilah dan memang yang ditawarin lebih manis dari yang di taksir.
Cuma sedikit lebih tua saja dari aku. Tapi taka pa-apalah, lagian aku juga
masih dalam persiapan PDKT, lau uda jadi teman itu akan lebih gambang ke
langkah selanjutnya.
Aku lihat jarum
pendek jam dinding sudha mendekati angka sepuluh, aku belum juga pulang ke
rumah. Sms atau telpon dari abang pun tak ada, itu berarti mereka sedang sibuk,
dan boleh di bilang lupa ke aku. Sebenarnya ingin aku bilang saja kalau aku
sudah tak punya keinginan lagi tuk kuliah. Aku tidak tau penyakit apa yang ada
pada diriku ini, aku lebih banyak pusing dengan pikiran kosong. Dari dulu,
inilah penyakit yang mengidap di tubuhku. Semangatku hanya berkisar sepuluh jam
dalam seminggu. Bagaimana aku bisa melewati hari-hariku dengan senang hati,
sedangkan aku selalu di balut keresahan yang tak ku tau dari mana datangnya,
siapa yang membuat nya. Aku hanya objek yang di pojokkan oleh derita yang tak
jelas. Tinggallah tulang jika yang lebih banyak ku keluarkan adalah tenaga otak
yang tak seberapa masukan tuk menggantikan nya.
Entah apa cita-cita
hakiki ku. Mau jadi apa dan untuk siapa cita-cita itu ku banggakan. Kadang aku
berfikir jadi orang biasa saja sudah cukup, suka berinteraksi dengan banyak
orang dan tidak menyusahkan mereka. Sederhana saja, tapi kadang aku termotivasi
dari orang-orang tersohor lewat karya ilmiah, lewat seni dan dari orang kecil
yang menjadi besar lewat kerja kerasnya. Menjadi orang yang berpengaruh juga
sebenarnya sudah cukup dalam hidup ini, disenang dan dikenang banyak orang.
Tapi semua itu pilihan. jadi orang sederhana saja kadang terpikir cukup asal
bahagia.
(03 Oktober 2011, Jam 10:10)
Aku sudah semakin biasa dengan kediaman ini.
Bahkan, aku merasa lebih santai dan bebas. Tidak ada cemburu, tidak ada curiga,
dan tidak ada pertengkaran. Bukannya aku mau mendiamkanmu, tapi sebaliknya kamu
yang berbuat begitu. Sudah berkali-kali aku aku memintamu tuk bertemu, kamu nya
yang berkali-kali menolak dengan alas an-alasan yang hanya sedikit masuk di
akalku. Bila aku menggombalmu, dan bilang kalau kau sungguh manis, kau pun
sempat masuk kamar, berkaca dan tertawa kecil, dan di depan mu sendiri kau
berbisik “ya,kamu memang manis”. Begitu lah kiranya jika percakapan kita yang
lewat telpon itu digambarkan. Sepertinya kamu merasa hanya kamu lah yang Ok,
yang manis, yang cantik, yang pandai bergaya, dan hanya kamu yang aku suka. Tapi
kamu tak tau aku tidak suka kesemua sifat itu. Maaf banget sayang, biarpun
wajahku pas-pasan, tapi tak Cuma kamu yang suka sama aku. Aku juga punya
koleksi teman-teman yang manis yang siap jadi belahan jiwaku. Hanya saja jarak
dan waktu yang menggantung cerita kami.
Sebulan lebih aku
tidak menjumpakan hidungku yang sedikit mancung ini dengan hidungmu yang pesek
itu. Aku sudah bersabar-sabar dari sebulan itu. Tapi kini aku harus jadi yang terhebat
dalam drama ini. Bila aku yang menyesal, biarlah aku tangisi di kamar mandi.
Tapi aku tidak yakin kamu bisa tersenyum lama dalam peninggalanku yang tanpa
ada kata perpisahan. Kau akan kesulitan menghapus cerita kita yang tak pernah
absen kau tulis di diarymu. Walau bukan aku yang terdalam tapi aku yakin aku
yang paling sulit untuk kau lupakan. Terserah kamu saja mau bilang “tidak”. Aku
tidak begitu jauh darimu, kalau rumah ini bertingkat, aku leluasa menatapmu
setiap hari. Tapi tetap saja tidak akan melihatmu jika kamu tidak ingin
bertemu. Mungkin besok aku baru pulang ke rumah.
Saat makan bukan
waktu yang tepat untuk mengkhayal, dikamar mandi juga bukan, malah kalau buat
aku itu sangat-sangat kuhindari. Tapi kalau di kamar tidur, boleh-boleh saja
mengkhayal untuk siapa, dimana lokasi khyalannya, berapa jam durasi khyalannya,
sah-sah saja. Kawan seperaduan pun tak kan berkomentar kalau soal itu. Sekarang
aku mulai ketagihan menghayal. Orang yang aku khayalkan bukan dekat, dia di
Padangsidimpuan sana. Tapi sungguh manis khyalannya jika orang yang dikhayalkan
juga manis. Namanya Efriani Ningsih, namanya saja sudah manis apalagi orangnya.
Jangan ada yang ikut-ikutan bilang manis, karna yang merasakan Cuma aku. Dia
setahun lebih tua dari aku, dan kakak kelas waktu SMA dulu, dia itu anggota
OSIS, dan dari situ aku tidak asing lagi dengan wajahnya. Kalau namanya sich
dulu yang kutau Cuma ningsih nya saja. Tapi sekarang, setelah teman aku yang berteman
dengan dia kasih tau, Baru aku lebih tau. Temanku ini yang jodoh-jodohkan aku
ke dia, tapi sampai sekarang belum juga aku sapa.
(05 Oktober 2011, Jam 20:38)